Model pembelajaran think pair share merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, yang melibatkan siswa secara aktif belajar dalam suasana kelompok untuk memecahkan masalah belajar dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain (Getter dan Rowe, 2008).
Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap dan bertanggung jawab memberikan maupun mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain (Nurhadi dan Senduk, 2003). Oleh karena itu, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan.
Model pembelajaran think pair share biasa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik (Lie, 2008). Model pembelajaran kooperatif think pair share, memberi kesempatan kepada siswa bekerja sendiri (thinking) sehingga memupuk sifat lebih mandiri dalam mengerjakan soal yang diberikan dan juga menimbulkan sifat bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil (pairing) sehingga membangkitkan rasa percaya diri siswa.
Dalam hal ini optimalisasi partisipasi siswa dapat terlihat sehingga muncul jawaban-jawaban secara spontan yang bisa memberikan kontribusi pada kelompok yang sedang dihadapinya. Sehingga di sini guru berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator. Siswa yang kesulitan akan tertolong dan materi yang sulit akan lebih mudah untuk dipahami siswa sehingga ketuntasan dalam proses pembelajaran dapat tercapai.
Selain strategi pembelajaran kooperatif tipe think pair share, salah satu strategi pembelajaran yang dapat dikedapankan adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hasil penelitian Palennari (2011) menyatakan pembelajaran dengan tipe kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan pemahaman konsep. Hasil penelitian Sugianto, dkk (2014) mengemukakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan komunikasi matematis siswa.
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, kemampuan matematika siswa meningkat yang terlihat dari: (1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea matematika; (2) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika; (5) membaca dengan pemahaman suatu presentasi Matematika tertulis; (6) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan generalisasi; dan (7) menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah dipelajari.
Keuntungan model pembelajaran koorperatif tipe jigsaw adalah adanya kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa mengantungkan diri pada anggota yang lain. Dengan demikian, setiap individu merasa mendapat tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri, sehingga tujuan pembelajaran kooperatif dapat bermakna dan sesuai dengan harapan.
Selain itu diharapkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa dapat bekerja sama mengidentifikasi dan memahami materi matematika, serta memecahkan permasalahan dalam pembelajaran matematika. Kegiatan pembelajaran ini diawali oleh pembagian kelompok, kemudian guru menyajikan garis besar materi pelajaran, lalu siswa mendapatkan tugas masing-masing, siswa yang mendapat tugas yang sama akan berkumpul dan mendiskusikan tugasnya, setelah selesai mereka kembali ke kelompoknya untuk menyampaikan hasil pekerjaannya kepada temannya.
Mengacu pada pendekatan di atas maka pola kegiatan proses pembelajaran perlu dicoba untuk disesuaikan dengan konteks interaksi antara guru dengan siswa agar suasana pembelajaran di dalam kelas dapat bergairah dan siswa tidak lagi pasif tetapi ada kecenderungan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran matematika. Kondisi pembelajaran yang demikian menuntut guru agar dapat memilih model pembelajaran yang tepat, agar siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam memahami materi matematika. Selama ini guru hanya menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga siswa hanya sebagai objek banyak bersikap pasif dan tidak banyak berbuat. Akhirnya guru dituntut untuk memilih model pembelajaran yang yang menuntuk siswa lebih aktif,kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Sumber : Ismail Saleh Nasution