Kualitas pendidikan di suatu instansi perguruan tinggi dipengaruhi oleh banyak faktor, yakni: mahasiswa, staf pengajar (dosen), sarana prasarana, dan faktor lingkungan kampus/tata pamong di lingkungan kampus mulai tingkat prodi sampai universitas. Dalam
hal ini, kampus menjadi tempat dosen dan mahasiswa berinteraksi dan berkomunikasi untuk kebutuhan ilmu pengetahuan. Dosen bertindak sebagai pengajar sekaligus fasilitator dalam kegiatan pembelajaran bagi mahasiswa, sedangkan mahasiswa berperan sebagai objek/pelaku dalam kegiatan pembelajaran.
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) saat ini menyandang predikat kampus swasta terbaik di Sumatera Utara. Prestasi tersebut tak lepas dari upaya UMSU dalam mengikuti setiap perubahan/tuntutan yang diberikan Kemenristekdikti. Salah satu perubahan paradigma pembelajaran yang dilakukan UMSU mulai tahun 2015 adalah konsep belajar dengan pendekatan Student Centered Learning (SCL). Sejak disosialisasikannya Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN-Dikti No 44 Tahun 2015),
Pendekatan pembelajaran dan sistem penilaian, serta paradigma baru bagi dosen sebagai fasilitator dalam kegiatan pembelajaran mulai diberlakukan.Karena itu, dosen perlu mempelajari dan menerapkan berbagai model pembelajaran yang mendukung SCL
tersebut. Model pembelajaran kooperatif tipe think pair share merupakan salah satu model dari pembelajaran kooperatif yang paling mudah diterapkan dan sangat mendukung konsep
pembelajaran SCL, karena melibatkan mahasiswa secara aktif belajar dalam suasana kelompok untuk memecahkan masalah belajar dan memiliki rasa tanggung jawab terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain (Getter dan Rowe, 2008). Mahasiswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap dan bertang-gung jawab memberikan pengetahuannya terhadap materi yang didapat
tersebut kepada anggota kelompok yang lain (Nurhadi dan Senduk, 2003). Oleh karena itu, mahasiswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang dipelajari.
Selain penjelasan tersebut di atas, model pembelajaran kooperatif think pair share juga memberi kesempatan kepada mahasiswa bekerja sendiri (thinking) sehingga memupuk sifat lebih mandiri dalam mengerjakan soal yang diberikan dan juga menimbulkan sifat bekerja sama dengan orang lain dalam kelompok kecil (pairing) sehingga membangkitkan
rasa percaya diri mahasiswa. Dalam hal ini optimalisasi partisipasi mahasiswa dapat terlihat sehingga muncul jawaban-jawaban secara spontan yang bisa memberikan kontribusi pada kelompok yang sedang dihadapinya. Sehingga di sini dosen berperan sebagai pembimbing, fasilitator, dan motivator. Mahasiswa yang kesulitan akan tertolong dan materi yang sulit akan lebih mudah untuk dipahami mahasiswa sehingga ketuntasan dalam proses
pembelajaran dapat tercapai. Selain strategi pembelajaran kooperatif tipe think pair share, salah satu strategi
pembelajaran yang dapat dikedapankan adalah pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Hasil penelitian Palennari (2011) menyatakan pembelajaran dengan tipe kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan pemahaman konsep. Hasil penelitian Sugianto, dkk (2014) mengemukakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan komunikasi matematis mahasiswa. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, kemampuan matematika
mahasiswa meningkat yang terlihat dari:
(1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan
diagram ke dalam idea matematika;
(2) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik,
secara lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar;
(3) menyatakan
peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) mendengarkan, berdiskusi,
dan menulis tentang matematika;
(5) membaca dengan pemahaman suatu presentasi
Matematika tertulis;
(6) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi; dan
(7) menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah
dipelajari.
Mengacu pada pendekatan di atas maka pola kegiatan proses pembelajaran perlu dicoba untuk disesuaikan dengan konteks interaksi antara dosen dengan mahasiswa sebagai peserta didik agar suasana pembelajaran di dalam kelas dapat bergairah dan mahasiswa tidak lagi pasif tetapi ada kecenderungan untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran matematika.
Menurut Batubara (2017) matematika merupakan salah satu pembelajaran
yang dipelajari di sekolah dan mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari yang memiliki banyak cabang mulai dari aljabar, statistik, hingga kalkulus. Selanjutnya Batubara (2017) berpendapat bahwa Matematika dengan berbagai peranannya
menjadikannya sebagai ilmu yang sangat penting, dan salah satu peranan matematika adalah sebagai alat berpikir untuk mengantarkan peserta didik memahami konsep matematika yang sedang dipelajarinya.
Kondisi pembelajaran yang demikian menuntut dosen agar dapat memilih model pembelajaran yang tepat, agar mahasiswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam memahami materi matematika. Selama ini dosen hanya menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga mahasiswa hanya sebagai objek banyak bersikap pasif dan tidak banyak berbuat. Akhirnya dosen dituntut untuk memilih model pembelajaran yang yang menuntuk mahasiswa lebih aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Model Think Pair Share dikembangkan oleh Lyman dan rekan-rekannya dari Universitas Maryland, adalah cara efektif untuk mengubah pola wacana dalam kelas (Arends, 2008).Model ini menantang asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi perlu dilakukan dalam setting seluruh kelompok, dan memiliki prosedur-prosedur builtin untuk memberikan lebih banyak waktu kepada mahasiswa untuk berpikir, merespons, dan saling
membantu.
mahasiswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Sebagai contoh, dosen baru saja menyajikan suatu topik atau mahasiswa baru saja selesai membaca suatu tugas, selanjutnya dosen meminta mahasiswa untuk memikirkan permasalahan yang ada dalam topik/bacaan tersebut. Langkah-langkah dalam pembelajaran think pair share sederhana, namun penting terutama dalam menghindari
kesalahan-kesalahan kerja kelompok.
Dalam model ini dosen meminta mahasiswa untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan mahasiswa lain, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas dalam model think pair share memberi banyak keuntungan.
Mahasiswa secara individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban mahasiswa juga dapat meningkat. Menurut Nurhadi dan Senduk (2003), akuntabilitas berkembang karena setiap mahasiswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing
-masing dan berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga mahasiswa yang jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling tidak memberi ide atau jawaban kepada pasangannya.
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan pengaruh diterapkannya model pembelajaran Think Pair Share terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah pengantar dasar matematika.
Sumber : Ismail Saleh