Masa usia Sekolah Dasar (selanjutnya disingkat dengan SD) adalah masa rentang usia anak antara 6-12 tahun yang masa kanak-kanaknya telah berakhir. Pada usia ini anak mengalami berbagai perkembangan dengan pesat, baik itu fisik, motorik, kognitif, intelektual, sosial, dan emosional. Yusuf (2014:101) menjelaskan bahwa, “Aspek-aspek perkembangan meliputi fisik, kecerdasan, emosi, bahasa, sosial kepribadian, moral, dan kesadaran beragama”.
Selain itu, perkembangan anak sudah optimal untuk memasuki lingkungan masyarakat di luar keluarganya, karena anak membutuhkan lingkungan sosial baru seperti sekolah, yaitu lembaga pendidikan yang bertujuan agar anak dapat mengembangkan fungsi intelektual dan potensi yang dimilikinya, sehingga anak mampu membuka cakrawalanya lebih luas. Ahmadi dan Sholeh (2005) menerangkan bahwa anak memerlukan satu lingkungan sosial baru yang lebih luas, berupa sekolah untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya, karena pada usia SD perkembangan anak sangat pesat sedangkan lingkungan keluarga tidak mampu memberikan fasilitas untuk mengembangkan fungsi intelektual dalam mengikuti kemajuan zaman modern.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 SD/MI menjelaskan bahwa pelaksanaan Kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik terpadu dari kelas I sampai Kelas VI.
Kompetensi Dasar (KD) yang harus dimiliki oleh peserta didik ada empat, yaitu sikap spiritual (KI-1), sikap sosial (KI-2), pengetahuan (KI-3), dan keterampilan (KI-4). Pembelajaran tematik terpadu menyajikan konsepkonsep dari berbagai mata pelajaran yang terdapat pada KD KI-3 dan KI-4 dalam suatu proses pembelajaran. Sedangkan KI-1 dan KI-2 diharapkan dapat dikembangkan melalui implementasi KD KI-3 dan KI-4.
Pengembangan sikap sosial (KI-2) merupakan salah satu dari enam bidang pengembangan dalam Bimbingan dan Konseling (selanjutnya disingkat dengan BK), yang mana bidang pengembangan tersebut ialah: bidang pengembangan pribadi, sosial, belajar, karir, keluarga, dan keagamaan. Pada Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dinyatakan bahwa pada satu sekolah dasar atau gugus/sejumlah SD diangkat guru BK/konselor untuk menyelenggarakan layanan BK. Sedangkan posisi struktural untuk guru BK/konselor belum ditemukan di SD, namun demikian anak usia SD membutuhkan layanan sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya menyatakan bahwa untuk guru kelas, di samping wajib melaksanakan proses pembelajaran juga wajib melaksanakan program BK terhadap peserta didik di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. Jadi ketika SD tidak/belum memiliki guru BK/konselor maka layanan BK dilaksanakan oleh guru kelas sehingga materi-materi BK dapat dipadukan dengan materi ajar melalui pembelajaran tematik.
Oleh sebab itu perlu adanya perangkat pembelajaran BK sebagai panduan bagi guru kelas dalam memberikan layanan BK kepada peserta didik. Tim Penyusun Panduan Operasional Penyelenggaraan BK SD (2016) menjelaskan bahwa terdapat sepuluh aspek perkembangan dalam Standar Kompetensi Kemandirian Peserta Didik (SKKPD) terkait dengan tugas perkembangan peserta didik diantaranya: (1) ladasan hidup religious,( 2) landasan perilaku etis, (3) kematangan emosi, (4) kematangan intelektual, (5) kesadaran tanggung jawab sosial, (6) kesadaran gender, (7) pengembangan pribadi, (8) perilaku kewirausahaan/ kemandirian perilaku ekonomis, (9) wawasan dan kesiapan karir, (10) kematangan hubungan dengan teman sebaya. Aspekaspek perkembangan dalam SKKPD akan menjadi rujukan untuk rumusan kompetensi oleh guru kelas (guru BK/konselor) dalam mempersiapkan pelaksanaan layanan BK di SD. Perangkat pembelajaran BK diharapkan dapat membantu guru kelas agar layanan BK terlaksana secara efektif dan mencapai tujuan layanan. Peserta didik juga diharapkan mampu menjadi pribadi yang mandiri dan dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Seperti yang dipaparkan Prayitno (2009:26) “Pelaksanaan konseling tertuju kepada kondisi pribadi yang mandiri, sukses, dan berkehidupan efektif dalam kesehariannya”.
Berdasarkan fenomena yang dialami oleh siswa menunjukkan adanya masalah dalam tingkat perkembangan sosial siswa dari waktu ke waktu. Penelitian yang dilakukan oleh Halimah (2010) menunjukkan bahwa 77% siswa memiliki tingkat perkembangan sosial berada pada tahap yang sedang. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Siagian (2010) ditemukan bahwa hanya 40% siswa memiliki tingkat perkembangan sosial pada tahap tinggi sedangkan yang lain perlu ditingkatkan lagi. Kemudian penelitian yang dilakukan Sodikin (2011) menunjukkan 66,7% kemampuan berinteraksi anak berada pada kategori sedang.
Di samping itu, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Risanti (2013) 55,5% tingkat perkembangan sosial anak masih berada pada kategori rendah. Berdasarkan fenomena tersebut maka perlu adanya perangkat pembelajaran untuk mengoptimalkan perkembangan sosial anak yang sesuai dengan usia perkembangannya. Fakta di sekolah menunjukkan bahwa guru kelas tidak memiliki panduan khusus dalam pemberian layanan BK. Guru kelas berpendapat bahwa pemberian layanan BK sudah terlaksana secara tidak langsung dalam pembelajaran tematik terpadu. Guru kelas mengakui perlu adanya kontinuitas dalam memberikan pelayanan BK terkait dengan kondisi peserta didik di lapangan, terutama dalam tanggung jawab dan sikap sosialnya. Namun terkadang guru kelas sudah terdogma oleh materi yang sudah ditetapkan pada tematik terpadu, yang padahal kondisi anak di lapangan masih membutuhkan topik layanan BK secara kontinuitas.
Selain itu, Kepala Sekolah juga mengharapkan adanya perangkat pembelajaran sebagai salah satu sarana untuk mengoptimalkan perkembangan sosial peserta didik. Perkembangan sosial anak usia SD memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua serta lembaga pendidikan terhadap anak dalam berbagai aspek kehidupan sosial, atau normanorma kehidupan bermasyarakat.
Keluarga dan lembaga pendidikan mendorong dan memberikan contoh kepada anak bagaimana menerapkan normanorma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Havighurst (dalam Hurlock, 1978) menjelaskan bahwa sebelum masuk SD, anak telah Mengembangkan keterampilan berpikir bertindak dan pengaruh sosial yang lebih kompleks, namun pada dasarnya anak masih berpusat pada diri sendiri (egosentris) dan dunia mereka adalah rumah keluarga, dan taman kanak‐ kanaknya. Setelah masuk SD, anak mulai percaya diri namun juga masih ada rasa rendah diri, meskipun bergitu, anak mulai mencoba membuktikan bahwa mereka “dewasa”. Mereka merasa “saya dapat mengerjakan sendiri tugas itu”, karenanya tahap ini disebut tahap “I can do it my self”. Jadi mereka sudah mampu untuk diberikan suatu tugas untuk dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas tugas pribadinya. Beranjak dari fenomena dan masalah mengenai sosial peserta didik kelas I di SD mendorong peneliti untuk melihat bagaimana caranya untuk mengoptimalkan sosial peserta didik kelas I di SD. Dalam rangka mengoptimalkan pengembangan sosial peserta didik kelas I, guru kelas yang secara langsung juga berperan sebagai guru BK di SD belum memiliki media yang dapat digunakan untuk melakukan pelayanan BK. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk mengembangkan media berupa perangkat pembelajaran BK untuk mengoptimalkan perkembangan sosial peserta didik kelas I di SD.
Hal ini juga diperkuat dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada guru kelas dibeberapa SD Kecamatan Sungayang bahwa guru kelas membutuhkan perangkat pembelajaran yang dapat membantu proses perkembangan sosial peserta didik kelas I di SD secara optimal. Selain itu, Kepala Sekolah juga berpendapat perlu adanya perangkat pembelajaran yang dapat menuntun anak untuk memiliki rasa tanggung jawab sosial.
Bedasarkan pemanfaatan perangkat pembelajaran BK untuk mengoptimalkan perkembangan sosial anak SD, diharapkan perkembangan sosial peserta didik kelas I dapat berkembang secara optimal sesuai dengan usia perkembangannya. Trianto (2011:201) menjelaskan bahwa perangkat pembelajaran adalah “Komponen prangkat yang digunakan untuk mengelola proses pembelajaran sehingga dapat mencapai kompetensi yang ingin dicapai secara maksimal.” Berangkat dari hal tersebut, maka peneliti ingin mengembangkan perangkat pembelajaran untuk mengoptimalkan perkembangan sosial anak kelas I SD. Peneliti sangat mengharapkan produk yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat digunakan dalam praktik pelayanan konseling. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini dirancang untuk mencapai tujuan pengembangan sebagai berikut: (1) menghasilkan perangkat pembelajaran untuk mengoptimalkan perkembangan sosial anak kelas I SD yang layak secara isi, dan (2) mendeskripsikan tingkat keterpakaian perangkat pembelajaran untuk mengoptimalkan perkembangan sosial anak kelas I SD oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor.
Sumber : Fauzi hasibuan